Mayoritas bintang mempunyai keluaran
cahaya yang konstan. Akan tetapi, dalam persentase yang sangat kecil (sekitar
20.000 yang diketahui sampai sekarang) mereka memperlihatkan variasi dalam
cahayanya. Di sini kita tidak akan terlalu rinci membahas tentang parameter fisiknya,
tetapi lebih kepada tata cara penamaan dan metoda pengamatan bintang variabel
ini. Bintang variabel diberi nama berdasar urutan penemuan dan konstelasi
dimana mereka ditemukan. Bintang pertama yang ditemukan dalam . konstelasi
tertentu diberi tanda huruf "R” diikuti nama posesif konstelasi. Sebuah
contoh misalnya, bintang variabel R CMa (Canis Majoris). Urutan berikutnya
dalam konstelasi yang sama diberi huruf S, T, U, ....Z, RR, RS, RT, ........
RZ, SS, ST, SU,........ SZ, sampai ZZ. Kemudian huruf berikutnya digunakan :
AA, AB, AC,....AZ, BB, BC, BD, ....... BZ, dan seterusnya sampai dicapai QZ
(huruf J tidak digunakan). Sistem ini memberikan jumlah 334 bintang variabel
pertama dalam setiap konstelasi. Bintang variabel berikutnya diberi nama dengan
huruf pertama V, diikuti dengan nomor (mulai dengan 335) dan nama konstelasi,
sebagai contoh V401 Scorpii.
Variasi terangnya bintang variabel
dipelajari dengan menelaah kurva cahayanya; grafik yang menunjukkan perubahan
magnitudo bintang terhadap waktu. Variasi terang bintang dapat diukur dengan
salah satu metoda fotometri (visual, fotografik, atau fotoelektrik). Contoh
sebuah kurva cahaya dari sebuah bintang variabel diberikan dalam gambar 1.
Dalam kurva cahaya ini, maksimum adalah harga magnitudo pada terang yang paling
tinggi, minimum adalah magnitudo pada terang yang paling rendah, dan median
adalah magnitudo yang harganya setengah dari maksimum dan minimum. Astronom
mengidentifikasi tiga tipe dasar dari bintang
variabel :
1. bintang variabel berpulsasi atau berdenyut,
2. bintang variabel eruptif, dan
3. bintang variabel gerhana.
Bintang variabel pertama akan dibicarakan di sini,
yaitu bintang variabel berpulsasi atau berdenyut.
|
Gambar 1. Kurva Cahaya Bintang Variabel |
Bintang variabel berpulsasi adalah bintang yang
berubah dalam diameter dan temperatur, dan juga terangnya. Pada kenyataannya,
terang berubah karena diameter dan temperaturnya. Singkatnya, ketidakstabilan
di dalam bintang menghalangi bintang itu mencapai ukuran diameter yang stabil.
Bintang berpulsasi mencari kesetimbangan. Karena bintang secara
bergantian mengembang dan mengerut, temperaturnya secara bergantian juga naik
dan turun. Seperti kita ketahui dalam hukum
Stefan, luminositas bintang langsung berhubungan dengan
temperatur dan ukuran besarnya bintang. Oleh karena itu, kalau diameter dan temperatur bintang naik,
luminositas bintang naik; kalau diameter dan temperatur bintang turun,
luminositas turun.
Perubahan dalam terang bintang diukur dengan
pengamatan fotometri fotoelektrik. Perubahan dalam besarnya diameter bintang
diukur dengan mengamati secara bergantian pergeseran merah atau biru dari
spektrum bintang. Perubahan dalam temperatur bintang diukur dengan perubahan dalam
warnanya. Perubahan dalam besaran ini, bersama dengan perubahan dalam radius
bintang diperlihatkan dalam gambar 2.
|
Gambar 2. Besaran yang teramati dari bintang variabel berpulsasi |
Dari gambar dapat dilihat bahwa
bintang tampak paling terang saat warnanya paling biru (yaitu, ketika saat
bintang paling panas). Juga perhatikan, hal ini terjadi tidak pada saat bintang
diameternya paling besar atau paling kecil, namun ketika ia mengembang paling
cepat (kecepatan radial negatif paling maksimum). Oleh karena itu, perubahan
terangnya cahaya bintang lebih disebabkan perubahan temperatur daripada
perubahan ukuran besarnya bintang. Perhatikan juga bahwa kurva cahaya tampak
seperti bayangan cermin dari kurva kecepatan radial; bintang tampak paling
terang ketika ia.mengembang paling cepat dan bintang tampak paling lemah ketika
ia mengerut paling cepat. Astronom mengenal sekitar 10 tipe bintang variabel
berpulsasi yang berbeda. Tetapi di sini hanya akan dijelaskan beberapa tipe
saja.
Bintang Variabel Cepheid. Dalam tahun 1784 seorang astronom Inggris yang
berumur 19 tahun, John Goodricke, menemukan bahwa bintang Delta Cepheid
mengalami perubahan magnitudo secara periodik. Sekarang kita mengetahui bahwa
bintang ini berubah magnitudonya dari 3,6 ke 4,3 dalam perioda 5,4 hari. Ini
adalah spesies bintang pertama yang dikenal sebagai bintang variabel Cepheids
(mereka juga dikenal sebagai tipe Cepheids Klasik atau Cepheid tipe I). Hampir
1000 variabel Cepheids diketahui dalam Galaksi kita. Variabel Cepheids umumnya
mempunyai perioda yang terentang antara 3 sampai 50 hari dan magnitudo
mediannya antara 11,5 sampai -5. Variasi amplitudo Cepheids berkisar antara 0,1
dan 2 magnitudo. Bintang Utara, Polaris, adalah sebuah variabel Cepheids yang
berubah dari magnitudo 2,5 sampai 2,6 dalam perioda 4 hari. Kelas luminositas
Cepheids adalah raksasa atau maharaksasa (kelas luminositas I, II,
atau III).
Bintang RR Lyrae. Jumlah
yang lebih banyak dari tipe bintang variabel berpulsasi (lebih dari 4.000 yang
diketahui) adalah tipe RR Lyrae yang merupakan prototype grup ini. Hampir semua
bintang tipe ini ditemukan dalam inti atau halo Galaksi kita dan banyak yang
berlokasi dalam gugus bola; oleh karena itu sering disebut sebagai “variabel
gugus”. Bintang variabel RR Lyrae secara pengamatan sifatnya unik karena
perioda luminositasnya yang pendek, selalu kurang dari 1 hari dan biasanya
antara 0,25 dan 0,75 hari. Juga ditemukan bahwa tidak peduli berapa periodanya,
magnitudo mutlak mediannya adalah antara 0 dan 1. Kelas luminositas Bintang RR
Lyrae adalah raksasa (kelas luminositas III).
Bintang W Virginis. Ada sejumlah bintang variabel berpulsasi (kurang dari 100 yang diketahui)
yang mempunyai rentang perioda yang sama seperti variabel Cepheids tetapi
bentuk kurva cahayanya berbeda. Juga, sementara variabel Cepheids ditemukan di
dalam atau dekat bidang galaksi kita, bintang W Virginis (dinamai dengan
prototype spesies ini) ditemukan dalam halo Galaksi. Nama lain dari kelompok
ini adalah Cepheids tipe II (Sebenarnya, Cepheids tipe II ini terdiri dari
bintang W Virginis yang mempunyai perioda pulsasi antara 10 dan 30 hari, dan RV
Tauri yang mempunyai perioda pulsasi lebih besar daripada 30 hari).
Umumnya, pada terang median, bintang W Virginis agak lebih redup daripada
variabel Cepheids.
HUBUNGAN PERIODA – LUMINOSITAS
Dalam tahun 1910, Henrietta Leavitt dari Harvard College
Observatory menelaah awan Magellans,
dua galaksi luar yang dekat. la menemukan dua puluhan variabel Cepheids
dalam awan Magellans kecil dan menentukan bahwa ada hubungan langsung antara
perioda dan magnitudo mediannya; makin terang bintang dalam terang median,
makin panjang perioda pulsasinya. Hubungan antara terang median bintang
variabel berpulsasi dan perioda perubahan cahayanya disebut Hubungan
Perioda-Luminositas. Hubungan ini telah merupakan salah satu alat
penting dalam astronomi. Telah ditemukan pula bahwa bintang W Virginis dan RR Lyrae memenuhi hubungan perioda-luminositasi ini.
Pentingnya hubungan
perioda-luminositas ini adalah jika magnitudo mutlak sebuah bintang dinubungkan
dengan periodanya, maka magnitudo mutlak sebuah bintang variabel (pada terang
median) dapat ditentukan dari hubungan perioda-luminositas hanya dengan
mengukur perioda pulsasinya. Kalau magnitudo mutlak sebuah bintang telah
diketahui, jarak bintang dapat ditentukan dengan mengukur magnitudo semunya.
Sehingga hubungan perioda-luminositas sangat penting dalam menentukan jarak ke
bintang variabel berpulsasi, dan ke gugus atau galaksi tempat bintang tersebut
ditemukan. Hubungan perioda-luminositas untuk variabel Cepheids, bintang RR
Lyrae, dan W Virginis diperlihatkan dalam gambar 3.
|
Gambar 3. Hubungan Perioda Luminositas |
Hubungan perioda-luminositas yang
diperlihatkan dalam gambar ini adalah plot antara magnitudo mutlak dengan
perioda. Akan tetapi, ketika hubungan ini pertama kali ditemukan, Leavitt hanya tahu bahwa ada hubungan
antara magnitudo semu variabel berpulsasi dengan periodanya. Ia yakin bahwa ada
hubungan serupa antara magnitudo mutlak dan perioda karena ia tahu bahwa semua
bintang variabel yang ia amati dalam awan Magellans kecil berjarak sama dari
kita. Karena itu, Leavitt terus mengembangkan hubungan perioda-magnitudo semu
ini. Yang ia perlukan dalam tujuan menggunakan bintang variabel untuk
menentukan jarak adalan hubungan perioda-magnitudo mutlak (Hubungan ini tidak
dapat ditemukan dengan mengamati Cepheids dalam Galaksi kita karena mereka
mempunyai jarak berbeda dari kita, bahkan Cepheids dengan perioda yang sama
pun, jika jaraknya beda, akan mempunyai magnitudo semu yang berbeda pula).
Hubungan perioda-magnitudo semu
dari Leavitt dapat segera diubah ke hubungan perioda-magnitudo mutlak kalau
magnitudo mutlak satu bintang Cepheids. saja dapat ditentukan. Masalah ini
dapat diselesaikan kalau saja jarak ke awan Magellans dapat ditentukan.
Kebetulan, saat itu tidak ada cara untuk melakukannya.
Akan tetapi, karena Cepheids dalam
awan Magellans tampak serupa dengan Cepheids dalam Galaksi kita (kurva Cahaya
dan spektrumnya sama) hubungan perioda-luminositas dapat dikalibrasi
jika kita dapat menentukan jarak (artinya magnitudo mutlak) satu saja
Cepheids dalam Galaksi kita. Lagi-lagi, sangat tidak kebetulan, tidak
ada Cepheids yang cukup dekat yang jaraknya bisa diukur dengan metoda
paralaks trigonometri dan astronom harus mengandalkan telaah statistik dari
gerak diri mereka untuk menentukan magnitudo mutlaknya. Sekarang, penentuan
yang paling baik dari jarak variabel Cepheids yang menghasilkan magnitudo
mutlak yang merupakan skala vertikal dari hubungan perioda-luminositas) datang
dari fakta bahwa beberapa Cepheids telah ditemukan dalam gugus terbuka
yang telah diketahui jaraknya.
KLIK DISINI Baca Info Menarik Selanjutnya :)
Komentar
Posting Komentar